Cambodia – Saksi Bisu Genosida
Kali ini kami mengadakan Mission Trip ke negara tetangga
dari Thailand yaitu Kamboja. Sebenarnya trip ini sudah lama di rancang oleh
group choir ini. Bahkan sebelum aku join AIU
Chamber Chorale berita ini sudah terdengar. Tapi, ini baru terealisir mendekati
penghujung tahun 2014.
Sekitar pukul 8 kami tiba di perbatasan antara Thailand dan
Kambodia. Saat kami mengurus visa, aktivitas kami terhenti karena lagu Nasional
Anthem berkumandang. Sudah menjadi hal wajib bagi seluruh rakyat Thailand untuk
berhenti beraktivitas pukul 8 pagi dan 6 sore saat Nasional Anthem di putar.
Dan sebagai wisatawan yang baik, kami harus menghormati culture mereka.
Akhrinya visa kami selesai di urus dan kami harus melanjutkan
perjalanan kami ke ibukota Kambodia, Phnom Penh. Van dari Kambodia sudah
menanti kami. Supir van mengantar kan kami untuk menukar uang Bath atau dollar
kami ke Riel (KHR). Aku sudah lupa berapa kurs nya, yang pasti Riel masih lebih
mahal dari pada Rupiah.
Awalnya, pemandangan disini masih di liputi dengan
sawah-sawah yang masih hijau. Mata sanggat di manjakan dengan pemandangan indah
seperti ini. Tapi, saat kami semakin mendekati ibukota, pemandangan berubah. Sudah
tidak ada lagi sawah, petani dan kerbau yang kami lihat melainkan tanah kering
dan took-toko serta gedung-gedung.
Kurang lebih, 18 jam kami habiskan untuk tiba di ibukota
Kambodia. Saat tiba di Pnom Penh, banyak rumah yang sudah menyajikan makanan
nya dan siap melayani pelanggan. Kebanyakan rumah makan disini di buka dekat
pinggiran sungai sehingga pemandangan indah tercipta saat melakukan makan
malam. Kami makan malam di salah satu restaurant dekat tempat kami menginap. Akung
sekali, restaurant ini menyajikan menu makanan yang menurut ku sama dengan
makanan Thailand dan Indonesia. Seperti nasi goreng, mie goreng, soup, dan
lain-lain. Karena tak mau coba-coba yang aneh-aneh, aku memilih nasi goreng
sebagai menu makan malam ini. Sedangkan director kami, memcoba makanan khas
Kamboja. Beuh, ternyata enak banget dan tak jauh beda dengan Indonesia.
---
Ke esokan harinya, kami mendapatkan kesempatan untuk
berkunjung ke salah satu museum di Kamboja. Aku sanggat excited karena aku menyukai museum. Bila kalian berkunjung ke
museum ini, jangan lupa bawa student ID
Card kalian. Karena kalian bisa FREE masuk ke dalam museum ini. Kalau
kalian orang Kamboja juga dapat FREE kok masuk ke museum ini. Sedangkan
foreigner, terutama orang bule harus bayar dollar. Kalau gak salah sih, sekitar
$5 US buat anak-anak. (aku sudah lupa, secara waktu itu kami semua dapat free).
Museum Genosida Tuol Sleng. Seperti namanya museum ini ada
karena menjadi saksi bisu kekejaman komunis Khmer Merah yang berkuasa pada
tahun 1975-1979. Kamp ini di bangun oleh Pol Pot yang merupakan pimpinan dari
Khmer Merah. Pol Pot menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan nya. Sedangkan
Tuol Sleng merupakan Bahasa Khmer yang berarti “Bukit Pohon Beracun”.
Tuol Sleng merupakan bekas “sekolah Tuol Svay Prey Secondary
School”. Tapi ini dijadikan sebuah penjara oleh Pol Pot yang dimana terdiri
atas empat gedung bertingkat 3. Selain di jadikan penjara, tempat ini juga di
jadikan tempat intograsi para tahanan. Gedung-gedung disini diberi nama A, B,
C, dan D tiap-tiap gedung mempunyai cerita kelam sendiri tentang kekejaman Pol
Pot. Di gedung A terdapat 14 gundukan batu putih yang merupakan korban terakir
dari rezim Khmer Merah sebelum pasukan pemerintahan datang. Salah satu dari
korban ini adalah seorang perempuan yang tidak di ketahui identitasnya karena
sudah di temukan dalam kondisi rusak akibat disiksa. Gedung B menjadi penjara untuk para tahanan
dimana di tahan di dalam bilik-biilik kecil ada juga foto dokumentasi para
tahanan dengan ekspresi seakan mereka sudah tahu ajal sudah di depan mata. Sedangkan
anak-anak berfoto tersenyum tanpa tahu apa yang sebenarnya akan terjadi setelah
ini. Salah satu lukisan yang aku lihat disitu mereka di lempar ke udara oleh
satu penjaga dan yang satu lagi menembaki mereka. Mereka para penjaga ini
melakukan ini seakan anak-anak ini adalah balon yang seenak nya saja bisa di
lempar dan di tembak. Di depan gedung B juga terdapat sebuah tiang kayu dengan
3 tempat untuk menggantung orang yang dibawahnya terdapat gentong air yang
sanggat besar. Biasanya para tawanan akan diikat dan di tarik kemudian kepala mereka
di masukan ke dalam gentong air tersebut. Hal ini terjadi saat proses
interogasi. Bila para tahanan belum mengaku mereka akan disiksa dengan alat-alat
seperti palu, pisau, gunting, dan lain-lain nya.
Menurut Wikipedia,
bangunan ini di dapati oleh kelompok Khmer Merah saat mereka memenangkan perang
saudara, dan setelah itu sekolah ini di jadikan penjara dan tempat intograsi
pusat yang dimana sekeliling bangunan di tutupi dengan kawat berduri dan dialiri
listrik. Sampe sekarang kawat berduri itu masih ada lho.
Penjara 21 atau Komplek (S-21) itu nama tempat yang di
berikan oleh Khmer Merah. Sekolah ini mereka rombak dengan style mereka. Ruang kelas
menjadi penjara kecil yang disekat dengan tembok Beton dan juga ruang
penyiksaan. Tak ada jendela karena sudah ditutup dengan heruji besi dan kawat
berduri untuk mencegah agar tahanan tidak kabur.
Saat mereka tiba di sel, mereka akan di foto dan harus
memberikan biografi rinci mereka. Foto-foto muka mereka masih ada dan di pajang
sampai sekarang. Mungkin agar anak cucu mereka tahu bahwa keluarga mereka ada
yang pernah menjadi korban kekejaman para komunis Khmer Merah. Setelah mereka
di foto, mereka di suruh untuk buka baju dan harta mereka di sita. Kemudian di
bawa ke sel kecil yang berukuran 10x16 yang di sekat dengan dinding beton. Mereka
di tahan secara masal dan diikat dengan potongan panjang besi. Mereka tidur
tanpa alas atau pun selimut dengan cara tidur yang terbalik. Bicara satu sama
yang lain dilarang sehingga sel itu menjadi sanggat sunyi dan semakin mencekam.
Para tahanan mendapatkan makanan satu mangkok kecil bubur nasi
dan sup encer 2x sehari. Minum harus minta izin kepada penjaga bila tidak,
mereka akan mendapatkan hukuman. Terkadang para tahanan di paksa untuk makan
kotoran dan air seni mereka masing-masing. Tak heran banyak dari mereka yang mendapatkan
penyakit kulit, kutu, kurap dan lain-lain karena keadaan yang juran higienis
dan juga kecil sehingga mudah menyebar. Tim medis hanya untuk menobati luka
para tahanan selama mereka di interogasi setelah itu menjadi tugas dan tanggung
jawab para tahanan itu sendiri.
Banyak dari para tahanan yang tidak kuat sehingga mereka
melakukan bunuh diri. Karena itu pukul 4.30 pagi, para tahanan diperintahkan
untuk membuka pakaian mereka untuk diperiksa apakah jeratan mereka sudah
longgar atau mereka memiliki benda tajam untuk melancarkan aksi bunuh diri atau
pun kabur.
Diperkirakan sudah 17.000 orang meninggal dalam tragedy pembantaian
di Tuol Sleng. Karena setiap satu hari, 1.000-1.500 tahanan disiksa dan dibunuh.
Mereka disiksa dan dipaksa untuk menyebutkan nama anggota atau kerabat terdekat
mereka yang masih hidup supaya orang-orang tersebut akan dicari dan disiksa bahkan
dibunuh seperti mereka oleh kelompok Khmer Merah. Awalnya orang yang ditangkap
oleh group Khmer Merah ini adalah oramg-orang dari rezim sebelum nya “Lon Nol”
dan termajsyd tentara pemerintahan, pejabat pemerintahan, guru, dokter,
pelajar, mahasiswa, buruh, biarawan, aktivis, insinyur, dan lain-lain. Bahkan para
ketua komunis lain yang dianggap berpotensi melakukan kudeta terhadap Pol Pot,
keluarganya di tanggkap dan dibunuh. Keluarga korban sering dibawa secara masal
untuk di intograsi dan di bunuh di Lapangan Pembantaian Ek Choeung.
Mayat mereka dibiarkan begitu saja malah, dijadikan timbunan
mayat. Warga sekita yang melihat hanya diam saja bahkan ada yang mengambil
harta mereka setelah para penjaga selesai membunuh dan pergi. Karena itulah, pada
tahun itu, banyak masyarakat Kambodia tidak berbendidikan karena bila mereka
pintar akan di bunuh oleh kelompok Khmer Merah.
Dari sekian banyak korban yang jatuh, 7 orang diantara nya
selamat. Bahkan waktu kami mengunjungi museum ini, terdapat 2 orang yang
menjadi saksi kekejaman mereka sedang menjual buku tentang kisah mereka. Satu dari
mereka adalah seorang pelukis. Beliau melukiskan kekejaman itu dan dijual
bahkan di pajang di dalam museum. Sedangkan yang lain menceritakan tentang
kisahnya dan pencariannya akan istrinya. Tapi akung, sampai saat ini tidak
diketahui apakah istrinya masih hidup atau tidak. Beliau sendiri sempat bertemu
dengan salah satu penjaga yang menyiksanya di sidang PBB dan bertanya akan hal
ini. Penjaga ini kaget saat bertemu dengan beliau karena beliau masih hidup. Dan
penjaga ini bilang dia tidak tahu apakah istrinya beliau masih hidup atau tidak
tapi yang jelas istrinya sempat di bawa ke lapangan pembantaian.
Salah satu pengunjung yang bukan orang Asia menangis. Dia bilang
ini tidak manusiawi dan sanggat kejam. Aku tidak kuat, aku ingin pergi. Awalnya
ku kira dia lebay secara kan dulu orang-orang Eropa yang menjajah dan suka
menyiksa ternyata dia benar. Keluarga kita sendiri yang menyiksa bukan orang
lain. Aku sendiri tidak kuat melihat sampai gedung terakhir. Apalagi ada poster
yang bilang di gedung D terdapat penampakan hantu-hantu para korban tahanan. Tapi
untunglah museum ini menyediakan bangku di depan tiap-tiap gedung untuk
beristirahat.
Keesokan harinya kami melayani di salah satu Gereja Advent
International disini. Malamnya di tutup dengan konser dari tiap-tiap choir
gereja yang ada di Kamboja. Kami berkesempatan berkunjung ke salah satu mall. Yang
ada bukanya belanja kami malah nyanyi dan ambil gambar. Lagi pula barang-barang
disini kebanyakan di bayar pake dollar Amerika dari pada Riel dan harganya
masih murah di Indonesia.
Sebentar sih kami ada di Kamboja tapi pengalaman nya cukup
seru dan menyenangkan. Walau pun kami tidak sempat berkunjung ke Angkor Wat
tapi ini sudah cukup seru. Apalagi bisa berkunjung ke salah satu museum yang
seperti itu. Sungguh senang hati ini.
NB. Buat teman-teman kalau mau ke Kamboja mending bawa US
Dollar aja dari pada bawa Riel atau pun Rupiah. Toh uang Riel ini sampa kaya Rupiah
kita, kebanyakan angka 0 nya.
Jub Jub








Komentar
Posting Komentar